![]() |
| Foto By : Urip |
Menurut
salah satu panitia penyelenggara
kegiatan tersebut. Suandi Tamrin, yang ditemui di kampus UNDIP, (Selasa, 2/12/2013). “kegiatan
ini merupakan rutinitas kami, khususnya kelas kebijakan media, dan insyaAllah akan terus kami adakan, mengingat
isu-isu mengenai media adalah fokus kajian kami”. Tuturnya. Lebih lanjut Dia (Andi) sapaan akrabnya, menuturkan "Bulan oktober kemarin kami juga melaksanakan kegiatan yang sama, tentu dengan judul film yang berbeda yakni "Behind The Frequency". yang menceritakan tentang sosok wartawan metroTV Lutviana Ulfa yang menjadi korban media. Nah kali ini filmya berbeda. dalam sinopsis film tersebut
menceritakan terkait kode etik jurnalistik"..Tutupnya.
Memegang kode etik memang pekerjaan berat dan kadang berisiko berhadapan dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Kasus yang sama terjadi pada seorang jurnalis politik bernama Rachel Armstrong. Ia terpaksa harus mendekam di balik jeruji besi lantaran tekadnya memegang kode etik pekerjaannya.
Memegang kode etik memang pekerjaan berat dan kadang berisiko berhadapan dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Kasus yang sama terjadi pada seorang jurnalis politik bernama Rachel Armstrong. Ia terpaksa harus mendekam di balik jeruji besi lantaran tekadnya memegang kode etik pekerjaannya.
Awalnya,
Rachel secara tak sengaja mendapat informasi tentang identitas seorang agen
CIA. Rachel nekat menulis kisah yang menyangkut usaha pembunuhan terhadap
Presiden AS tersebut. Dalam tulisan tersebut Rachel mau tak mau harus
menyingkap identitas seorang agen CIA yang sedang dalam tugas penyamaran yang
akhirnya malah membuat geger para petinggi CIA dan menempatkan Rachel dalam
masalah besar.
Rachel
kemudian di tangkap dan diminta mengungkap identitas sumber yang memberi
informasi mengenai kasus tersebut. Rachel yang merasa itu sudah bertentangan
dengan kode etik pekerjaannya menolak keras dan lebih memilih berada dalam
tahanan demi profesionalisme yang ia junjung selama ini.
Aroma
politik memang terasa kental dalam film ini. Kabarnya film ini terinspirasi oleh
kisah nyata Valerie Plame yang kemudian juga difilmkan beberapa tahun kemudian
dan dibintangi oleh Naomi Watts dan Sean Penn. Kata kuncinya
memang adalah 'terinspirasi' karena alur kisah yang ditawarkan NOTHING BUT
THE TRUTH ini memang tak sepenuhnya 'taat' pada fakta historis.
Terlepas
dari itu, NOTHING BUT THE TRUTH adalah film yang layak ditonton. Memang
bukan sebuah film yang sempurna tapi paling tidak film ini cukup kokoh hampir
di semua sektor. Naskah yang ditulis oleh Rod Lurie sendiri yang juga menjadi
sutradara film ini cukup menarik. Meski berbau intrik politik namun semua
masalah terpaparkan dengan jelas dan tak membingungkan. Ending pun terasa
efektif dalam artian tidak ada kesan dipaksakan.
Karena
Rod sendiri yang menulis naskah film ini, bisa jadi memang lebih mudah buat Rod
mengimplementasikan materi tertulis itu ke dalam bentuk visual. Didukung oleh
aktor dan aktris yang mumpuni, lengkap sudah NOTHING BUT THE TRUTH ini
sebagai sebuah tontonan yang memuaskan. Tentu saja film ini bukan film ringan
yang bisa dikonsumsi tanpa berpikir namun kalau Anda mencoba meluangkan waktu
untuk sedikit bersabar mengikuti perjalanan kisah yang disajikan, pasti Anda
akan bisa menikmati film ini dengan baik .Sumber: www.kapanlagi.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar